Pages

09 Desember 2012

Daphnia sp.


Daphnia sp. sering digunakan sebagai pakan alami untuk larva ikan air tawar dan ikan hias, misalnya saja ikan molly dan ikan guppy. Daphnia sering disebut juga kutu air atau water fleas atau juga freshwater cladoceran. Dalam ekosistem air tawar, daphnia hidup sebagai zooplankton yang bersifat motil. Daphnia dapat ditemukan di daerah tropis hingga daerah artic. Organisme ini hidup di kolam-kolam, sawah, ataupun danau yang banyak mengandun bahan organik. 
Adapun taksonomi dari daphnia yakni:
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Subfilum          : Crustace
Kelas               : Brachipoda
Subkelas          : Diplostraca
Ordo                : Cladocera
Subordo          : Eucladocera
Famili              : Daphnidae
Subfamili         : Daphnoidea
Genus              : Daphnia
Spesies            Daphnia sp.

Dengan demikian secara taksonomi, organisme ini termasuk jenis udang-udangan. Tubuhnya terdiri atas kepala menyatu dan batang tubuh (trunk). Pada beberapa spesies, sebagian besar anggota tubuhnya tertutup oleh carapace dengan enam pasang kaki semu yang berada pada rongga perut. Carapace merupakan external skeleton pada organisme ini, carapace bersifat keras karena tersusun atas kitin, sehingga carapace berfungsi sebagai perlindungan dari predator ataupun gesekan. Pada beberapa spesies dari organisme ini, bagian carapace-nya tembus cahaya dan tampak jelas melalui mikroskop bagian dalam tubuhnya. Bagian tubuh yang paling terlihat yakni mata, antena, dan sepasang seta. Antena terdiri atas 5-6 pasang yang berfungsi dalam lokomasi. Beberapa daphnia memakan rotifer kecil, crustacean, tapi sebagian besar hidup sebagai filter feeder, memakan algae, dan berbagai  macam detritus organik (protista/bakteri). Organisme ini hidup optimal pada suhu 180C-240C, dengan pH yang sedikit alkali antara pH 6,7-9,2. Perkembangbiakan pada daphnia dilakukan secara parthenogenesis dan reproduksi seksual. Parthenogenis dilakukan dengan menghasilkan anakan dari proses fertilisasi yang tanpa dibuahi oleh sperma indukan jantan daphnia., sedangkan reproduksi seksualnya dilakukan dengan penyatuan sperma-ovum dari kedua indukan daphnia melalui fertilisasi  untuk menghasilkan anakannya.

07 Desember 2012

Review Jurnal : Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asal Laut Sulawesi Untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis Pada Larva Udang Windu


Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asal Laut Sulawesi
Untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis Pada Larva
Udang Windu (Penaeus monodon Fab.)
Ditulis oleh : Muliani, Antonius Suwanto, dan Yusminah Hala
            Udang windu adalah jenis udang air laut yang merupakan udang asli Indonesia (endemik). Udang ini merupakan jenis udang penaeid dari family Penaeidae. Dahulu udang ini menjadi primadona di pasar internasional. Bahkan budidaya udang ini menjadi trend pada tahun 70-an sampai awal tahun 90-an. Namun sekarang udang ini bukan menjadi primadona lagi di pasar internasional  akibat dari udang ini yang mudah terserang penyakit misalnya white spot dan vibriosis. Vibriosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelompok bakteri Vibrio sp. misalnya Vibrio harvey dengan gejala penyakit ini yakni warna kulit kusam dan hilangnya nafsu makan pada udang.
Vibriosis sangat mudah menyerang larva udang ini daripada udang dewasa. Berbagai penelitian sudah dilakukan untuk menanggulangi penyakit ini dari mulai penggunaan antibiotic, penggunaan vaksin dan imunostimulan untuk merangsang kekebalan nonspecific udang, pemberian bahan aktif  sponge dan hydrozoan. Akan tetapi dari berbagai penelitian itu  yang  dinilai efektif saat ini untuk penggulangan vibriosis pada larva udang windu yakni penggunaan biokontrol.
Penggunaan bionkotrol menggunakan mikrobia yang dalam hal ini bakteri selain lebih efektif terhadap larva ikan, akan tetapi lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dalam hal ini isolate bakteri yang digunakan sebagai biokontrol pertumbuhan/ mengurangi virulensi bakteri Vibrio harvey sebagai penyebab vibriosis pada larva udang windu adalah menggunakan isolate bakteri asal laut Sulawesi. Bakteri biokontrol ini diisolasi dari karang, air laut, dan sedimen pantai di Makasar, Pulau Lae-Lae, Pulau Kayangan, dan Pulau Balam Lompo menggunakan media TCBSA (Thiosulfate Citrate Bile Sucrose Agar) dan media kaldu SWC (Sea Water Complete) 100 % yang mana media ini dibuat dari  air laut 750 ml, akuades 250 ml, bakto pepton 5 gr, ekstrak khamir 1 gr, gliserol 3 ml, dan bakto agar 15 gr, sedangkan morfologi isolate diidentifikasi menggunakan mikrobiologi standar. Pada penelitian ini dilakukan beberapa uji yakni:
1.    Uji daya hambat bakteri biokontrol asal Laut Sulawesi terhadap bakteri Vibrio harvey diisolasi dan ditumbuhkan  ke dalam medium TCBSA selama 24 jam untuk mengetahui daya hambat bakteri biokontrol terhadap pertumbuhan bakteri penyebab vibriosis.
2.    Karakterisasi dan uji sensitifitas bakteri biokontrol terhadap  antibiotic. Karakterisasi dilakukan dengan melakukan pewarnaan gram,uji oksidase, uji katalase, uji indol, uji motilitas, dan uji amilolitik, sedangkan pengujian sensitifitas bakteri biokontrol dilakukan terhadap antibiotic gentamisin, kloramfenikol, eritromisin, furazolidon, rifampisin (DIFCO) dengan konsentrasi 25 µg/ml.
3.    Uji patogenisitas bakteri biokontrol terhadap larva udang windu dilakukan dengan metode perendaman dengan pengamatan melalui kematian larva udang setelah perendaman selama 24 jam dan dibandingkan dengan perendaman tanpa bakteri, perendaman dilakukan dengan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan.
4.    Uji tantang bakteri Vibrio harvey dengan bakteri biokontrol dilakukan secara in vitro dalam media kaldu SWC dalam labu Erlenmeyer dengan pengamatan terhadap kepadatan populasi bakteri biokontrol dengan bakteri Vibrio harvey , pengujian dilakukan dengan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan.
5.    Identifikasi bakteri biokontrol, bakteri biokontrol diindentifikasi berdasarkan sekuen 16S-rRNA yang selanjutnya dibuat pohon filogenetiknya dari hasil data analisis FASTA sekuen DNA.
Dari berbagai uji ini dapat diketahui bahwa lautan berpotensi sebagai penghasil bakteri biokontrol terhadap vibriosis. Pada umunya bakteri bionkontrol penghambat pertumbuhan Vibrio harvey sebagai penyebab vibriosis pada larva udang windu termasuk bakteri gram negatif dan berbentuk batang pendek dengan warna koloni umumnya kuning dan sensitif terhadap antibiotic gentamisin, kloramfenikol, rifampisin, eritromisin. Hasil uji juga menunjukan bahwa bakteri biokontrol ini tidak bersifat patogen terhadap larva udang windu. Jenis isolate bakteri biokontrol asal Laut Sulawesi yang paling baik adalah isolate BL542 karena isolate bakteri biokontrol ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab vibriosis pada larva udang windu dengan cara menekan pertumbuhan  Vibrio harvey dalam air tempat larva udang windu hidup, serta mampu mengurangi pelekatan Vibrio harvey terhadap larva udang windu disebabkan bakteri isolate BL542 lebih cepat berkolonisasi sehingga Vibrio harvey tidak dapat mengkolonisasi larva udang windu dengan maksimal akibatnya dapat mengurangi pertumbuhan koloni Vibrio Harvey  pada larva udang windu.

IUU Fishing : Cause and Effect


IUU fishing (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) is unauthorized fishing activities which  the activities are  not reported to the competent fisheries management institutions, also unregulated in laws. Illegal fishing refers to activity which is conducted by national or foreign vessels in waters under the jurisdiction of a state, without the permission of that state, or in contravention of  its laws and regulations. It is also conducted by vessels flying the flag of States party to a relevant regional fisheries management organisation (RFMO) but operating in contravention of the conservation. Unreported fishing is usually referring to activities which have not been reported, or have been misreported to the relevant national authority in contravention of national laws and regulations or undertaken in the area of competence of a relevant RFMO which have not been reported or have been misreported in contravention of the reporting procedures of that organization. Unregulated fishing means that in fishing ground, the fish or fish resources are caught without thinking about sustainability of the resources.
IUU fishing can be happened by some factors. There is limitation of fishing equipment and lack of national fishing fleet, law enforcement at sea and criminal provisions, also limitation of fishing tools. In developing country just like Indonesia, IUU fishing is caused by limitation of fishing equipment and lack of fishing fleet, law enforcement at sea and criminal provisions. In Indonesia, case of IUU fishing can be found at eastern Indonesia Sea for example Arafura Sea. The fishermen catch fish there with only limited equipment. In addition, they also catch fish by traditional equipment so it affects to fish catch. The fish catch will be less than catch fish by modern fish equipment such as echo sounder and fish finder. Fish finder is usually used to determine schools of fish target whereas echo sounder is used to determine fishing ground. Echo sounder and fish finder will facilitate fish catching so it will increase fish catch. Limited and non modern equipment definitely will enlarge another fisherman’s opportunity to catch fish at Indonesia in big scale. Lack of fishing fleet influences to monitoring and controlling another country fishing boat and also complicate in catching up illegal fishing ship. Besides that, lack of law enforcement at sea and criminal provisions in Indonesia will aggravate Indonesian fishery condition because it will enlarge opportunity of illegal fishing and IUU fishing case will often happen. Moreover the perpetrators of IUU fishing are not wary to do it because of criminal provisions lack. Developed country is usually identified as perpetrators of IUU fishing because they have full and modern fishing equipments such as Australian and Malaysia. It is not only rumor but it is fact. Both countries are often looked catch fish in Indonesian sea area. It can be identified from their ship flag. When Indonesian fishing fleet will catch up they lost because of lack national fishing fleet.
Case of IUU fishing gives negative effects to Indonesian people. There are some impacts from IUU fishing. Overfishing is one of them. Overfishing is a non-sustainable use of the oceans because it catches too much fish for the system to support leads to an overall degradation to the system.Overfishing occurs when fish are caught faster than they can reproduce, and for many scientists it has become one of the greatest impacts of people activity on oceans. Overfishing increases the vulnerability of  ocean ecosystems and may contribute to the decline of other marine species including birds and mammals. In another literature, Lincoln (2008) said that overfishing occurs when fishing activities reduce fish stocks below an acceptable level. This can occur in any body of water from a pond to the oceans. Ultimately overfishing can lead to resource depletion in cases of subsidised fishing, low biological growth rates and critical low biomass levels (e.g. by critical depensation growth properties), for example overfishing of sharks has led to the upset of entire marine ecosystems. Furthermore overfishing can decrease sea organism population which is affect to rare or extinct some fish species.  The ability of a fishery to recover after overfishing depends on whether the ecosystem conditions are suitable for the recovery. Dramatic changes in species composition can result in an ecosystem shift which influence equilibrium energy flows.
            IUU fishing can be solved by Increasing of fishing budget funds to complete facilities such as fishing equipment (fish finder/echo sounder) for fisherman and increasing national fishing fleet to monitor another country fishing ship through VMS (Vessel Monitoring System). VMS is not only monitoring vessel movements relating to: the ship's position, velocity ship, trajectory path (tracking) ship and the time of the violation but also
 VMS tracking results can be used as materials analysis to determine abuse of fishing gear, fishing area violations, practices transshipment, the compliance report at the fishing  port. It also helps to provide position information to the ship in some cases crimes at sea (lost contact, hijacking, accident) and can be used as source code in fish resource management: know the results fishing effort, knowing the level of resource utilization, and become a material management of fish resources management policy because it can be integrated with satellite radar systems or other detection devices to identify the ships that do not have a transmitter (an indication of the vessel illegal). It can be taken a conclusion that IUU fishing give negative effect such as overfishing which can be solved by increasing national fishing fleet to monitor  another country fishing ship through VMS (Vessel Monitoring System).

04 Desember 2012

Tombo Ati


Kepada Engkau yang menyimpan kesengsaraan dalam kebisuan
Kepada engkau yang menangis dalam batin karena dikalahkan, karena disingkirkan, diusir, ditinggalkan
atau sangat-sangat susah untuk ketemu dengan namanya keadilan
Aku ingin bertamu ke lubuk hatimu saudara-saudaraku
Untuk mengajakmu istirahat sejenak
Mengendapkan hati bernyanyi, mengendapkan hati dan bernyanyi

Saudara-saudaraku sesama orang kecil di pinggir jalan
Sedulur-sedulurku di dusun-dusun di kampung-kampung perkotaaan
Karib-karibku di gang-gang kotor di gubug-gubug tepi sungai yang darurat
atau mungkin saudara-saudaraku di rumah-rumah besar di kantor-kantor mewah namun memendam semacam keperihan diam-diam

 Aku ajak engkau semua sahabat-sahabatku saudara-saudaraku untuk menarik nafas sejenak duduk bersandar atau membaringkan badan, aku ajak engkau menjernihkan pikiran
Untuk menata hati menemukan kesalahan-kesalahan kita semua untuk tidak kita ulangi lagi
atau meneguhkan kebenaran-kebenaran untuk kita perjuangkan kembali.
Ayolah saudara-saudara rileks. . . . .


#Emha 


Renungan Senja


Taukah kau kawan hidup ini singkat?
Hanya 70 tahun  saja…
Saat kau akan berubah menjadi wajah penuh keriput
Rambut penuh uban
Tubuh digerogoti penyakit
Bahkan bisa saja hanya 20 tahun
Saat impian kecilmu belum sempat terwujud
Saat tawa belum menggenggam duniamu..
Taukah kawan...
Hidupmu tak bermanfaat?
Apa yang kau pikir?
Tak berguna dirimu diciptakan di dunia ini?
Hanya sampah?
Tak lebih untuk melengkapi skenario dunia

Apakah kau sempat berpikir
20 tahun hidupmu hanya berisi kesia-siaan belaka
20 tahun yang kau buang percuma
Hanya ecek-ecek canda,ecek-ecek cinta
Serta ecek-ecek masalah hidup
Kau mengganggap hidupmu sangat sulit?
Kau menganggap hanya kaulah yang paling tidak berguna
Hanya kaulah yang paling sengsara di dunia ini?
Jangan membebani diri sendiri kawan...
Hanya mengkasihani otak yang kau ajak menderita
Lihatlah sekitarmu, pekalah dengan hidupmu,,
Hidup ini terus berlanjut
Karena hidup tanpa titik
Hingga kematian menjemputmu...
Berjuanglah kawan…
 Untuk menghargai hidupmu yang singkat

Regarded and dedicated : Rosta Alannawa


28 November 2012

Cara Budidaya Belut Dalam Tong

Pada tulisan terdahulu sudah dibahas tentang cara budidaya ikan lele di ini. Untuk melanjutkan tulisan tersebut, maka kali ini kembali akan dipublikasikan mengenai cara budidaya belut. Adapun budidaya belut pada kesempatan ini yang dibahas adalah budidaya belut dalam tong.

Cara Budidaya Belut

Pembahasan mengenai cara budidaya belut dalam tong akan dimulai dari persiapan awal hingga masa panen tiba. Tentu dalam hal ini lahan yang tersedia juga sangat dibutuhkan meski tidak membutuhkan lahan yang luas.

Bagaimana cara budidaya belut ini secara lengkapnya, maka berikut bisa teman-teman ketahui secara detail yang disajikan oleh blog Karo Cyber untuk Anda.

1. Perlengkapan


Hal yang paling utama dan pertama sekali yang harus dipersiapkan dalam budidaya belut didalam tong adalah peralatan-peralatan sebagai berikut:
  • Tong atau Drum, disarankan yang terbuat dari bahan plastik agar tidak berkarat.
  • Paralon
  • Kawat Kasa
  • Tandon sebagai penampung air
  • Ember, cangkul, baskom dan juga jerigen.
2. Persiapan dan Teknik Budidaya Belut

Persiapan dan teknik budidaya belut perlu diketahui agar kelak mendapatkan hasil yang maksimal. Disini hal yang perlu diperhatikan adalah media pemeliharaan sebagai tempat berkembang biak atau media tempat membesarkan belut. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

A. Drum atau Tong
Drum yang digunakan untuk budidaya belut harus yang tidak bocor dan juga tidak berkarat. Bila drum yang digunakan terbuat dari besi atau kaleng, maka sebaliknya drum tersebut sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu dari karat dan lakukan pengecetan ulang dan diamkan sampai kering hingga tidak berbau cat lagi.

Cara mempersiapkan drum atau tong sebagai media budidaya belut dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut ini:
  • Letakkanlah tong pada posisi tanah yang datar. Hal ini dilakukan agar media menjadi lebih luas.
  • Buka bagian tengan drum dan sisakan 5 cm pada bagian sisi kiri dan kanan.
  • Pasang alat sebagai penganjal agar drum tidak menggelinding dan bergerak.
  • Buat saluran pembuangan dibawah tong. Letak saluran pembuangan ini dapat disesuaikan dengan penampungan limbah pembuangan.
  • Buah peneduh tong, sehingga intensitas panas matahari tidak terlalu tinggi dan mengenai langsung ke permukaan drum. Bahan ini dapat dibuat dengan net atau waring dan bisa juga dibuat dengan bahan-bahan yang lebih sederhana lainnya.
B. Media Tanah

Media tanah yang digunakan adalah tanah yang tidak berpasir dan juga tanah yang tidak terlalu liat dan memiliki kandungan hara yang cukup. Dalam hal ini disarankan untuk menggunakan media tanah yang diambil dari sawah. Pematangan media tanah dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
  • Masukkan tanah kedalam tong hingga ketinggian 30-40 cm
  • Masukkan air hingga tanah becek namun tidak menggenang.
  • Masukkan EM 4 sebanyak 4 botol kedalam tong.
  • Aduk tanah sebanyak 2 kali sehari hingga tanah menjadi lembut dan gembur.
Perlu diketahui bahwa perlakuan diatas tidak berlaku untuk bahan baku tanah yang diambil dari sawah.

C. Media Instan Bokashi

Media ini dibuat diluar tong yang merupakan campuran dari bahan utama dan bahan campuran. Penggunaan 100 kilo bahan akan menghasilkan 90 kilo media instan bokashi. Untuk setiap tong ukuran 200 liter membutuhkan 40 kilo bokashi. Dalam pembuatan bokashi dibutuhkan bahan-bahan utama sebagai berikut:
  • Jerami padi (40 persen)
  • Pupuk Kandang (30 persen)
  • Bekatul (20 persen)
  • Potongan batang pisang (10 persen)
Bahan dan campurannya terdiri atas
  • EM4
  • Air Sumur
  • Larutan 250 gram gula pasir untuk menghasilkan 1 liter larutan molases.
Cara pembuatan media instan bokashi dilakukan sebagai berikut:
  • Cacah jerami dan potongan batang pisang dan kemudian dikeringkan terlebih dahulu. Tanda bahan yang sudah kering adalah hancur ketika digenggam.
  • Campurkan bahan cacahan diatas dengan bahan pokok lainnya dan aduk hingga merata.
  • Campurkanlah bahan ini sedikit demi sedikit tetapi jangan terlalu basah.
  • Tutup media dengan karung goni atau terpal selama 4-7 hari. Bolak balik campuran agar tidak membusuk.
D. Mencampur Media Tanah dan Media Bokashi

Untuk mencapur media tanah dan media bokashi dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
  • Masukkan media Bokashi kedalam tong dan aduk hingga merata.
  • Masukkan air kedalam tong hingga ketinggian 5 cm dan diamkanlah hingga terdapat plankton atau cacing (sekitar 1 minggu) selama proses ini berlangsung tong tidak perlu ditutup.
  • Keluarkan air dari tong dan ganti dengan air baru dengan ketinggian yang sama.
  • Masukkkan tumbuhan air yang tidak terlalu besar sebanyak 3/4 bagian dan ikan-ikan kecil.
  • Masukkan vetsin secukupnya sebagai perangsang nafsu makan belut dan diamkan selama 2 hari.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah ketinggian seluruh media, kecuali media tumbuhan air tidak lebih dari 50 cm.

E. Masukkan bibit belut

Setelah seluruh media budidaya diatas dipersiapkan, maka tahapan selanjutnya adalah menebarkan bibit belut. Bibit yang ditebar sebaiknya sebanyak 2 kg atau dengan jumlah bibit sebanyak 160-200 ekor.

3. Perawatan

Perawatan belut yang dibudidayakan didalam tong relatif lebih mudah karena pemantauan budidaya juga relatif kecil. Tetapi demikian perawatan harus tetapi diperhatikan, diantaranya adalah:

a. Pemberian Pakan
Sebenarnya tidak ada aturan baku tentang volume pemberian pakan. Tetapi sebaiknya pakan diberikan 5 persen dari jumlah bibit yang ditebarkan. Pakan yang diberikan sebaiknya terdiri dari cacing, kecebong, ikan-ikan kecil, dan cacahan keong mas atau bekicot. Pemberian pakan diberikan pada hari ke-3 setelah bibit ditebar didalam tong. Pemberian pakan sebaiknya dilakukan pada sore hari seperti kebiasaan belut makan dialam bebas, yaitu sore dan malah hari.

b. Pengaturan Air
Pengaturan air sangat diperlukan untuk membuang sisa makanan agar tidak menumpuk dan menimbulkan penyakit bagi belut. Pengaturan air ini dapat dilakukan dengan cara mengalirkan air bersih kedalam tong. Sebaiknya air yang masuk berupa percikan air, dan hal ini sangat cocok dilakukan dengan menggunakan pipa paralon sebagai media aliran. Sementara untuk saluran pembuangan dapat dilakukan dengan membuat lobang pada tong di ketinggian 8 cm dari genangan air pada media. Selain itu untuk mengatur pembuangan sisa kotoran percikan air juga sangat bermanfaat untuk menambah oksigen.

c. Perawatan Tanaman Air

Tanaman air ini juga digunakan sebagai penjaga kelembaban tempat budidaya dan juga menjaga belut dari kepanasan.

d. Pemberian EM4
EM4 berfungsi untuk menetralisir sisa-sisa pakan. Selain itu juga berfungsi untuk mengurangi bau. EM4 diberikan 2-3 kali sehari dengan dosis 1/2 sendok makan yang terlebih dilarutkan dalam 1 liter air.

e. Perawatan Disekitar Lokasi

Perawatan di sekitar lokasi ini dilakukan untuk menjaga tong dari tanaman liar, lumut, dan hama maupun predator pemangsa seperti ayam.

4. Pemanenan

Pemanenan belut sudah dapat dilakukan setelah 3–4 bulan masa budidaya dilakukan atau sesuai dengan keinginan kita dan keinginan (permintaan) pasar. Pemanenan untuk media drum / tong tentunya lebih mudah , dan belut hasil budidaya siap dipasarkan.

26 November 2012

Selayang Pandang IMI Jogja



Indonesia Mencopet Ilmu atau yang lebih dikenal dengan istilah IMI adalah sebuah komunitas dari teman-teman perikanan yang dibentuk dengan tujuan berbagi ilmu dengan  anak-anak jalanan. Komunitas ini terbentuk saat para anggota IMI sedang makan siang bareng, setelah kunjungan praktikum bioper pada bulan Desember. Saat itu wisnu dan sinta mempunyai sebuah ide untuk berbagi ke anak jalanan. Ide itu kemudian disampaikan ke teman-teman yang lain.  teman teman pun Langsung menyetujui ide tersebut.
            Pemberian nama Indonesia Mencopet Ilmu merupakan usul dari salah satu anggota IMI yakni wisnu. Pemberian nama yang cukup unik ini dimaksudkan agar anak-anak jalanan tidak begitu canggung dengan anggota IMI sehinggadiharapkan dapat terjadi keakraban antara anggota IMI dengan anak-anak jalanan tersebut.
IMI mulai bergerak pada awal tahun ini. Langkah awal yang dilakukan oleh para anggota IMI untuk menarik minat para anak jalanan adalah dengan membagikan makan dan alat tulis ke anak jalanan. Saat pembagian tersebut anak-anak jalanan langsung diajak untuk belajar bareng oleh IMI dan respon mereka pun baik. Saat ini anak jalanan yang diajar oleh IMI hanya anak jalanan disekitar UIN. “saat pembagian itu kita sudah keliling dari sekitar UGM hingga daerah Giwangan, namun anak-anak jalanan yang berhasil kita temui hanya di sekitar UIN dan  Giwangan saja “ ujar agung.  Di sekitar UIN mereka mau langsung untuk diberi pelajaran, namun yang di giwangan karena daerahnya agak jau dan kurangnya follow up dari kita mereka hilang, tambahnya.
            Kegiatan IMI ini dilaksanakan setiap hari rabu dan ahad. Pada awalnya jumlah anak yang diajar oleh IMI tidaklah banyak yakni hanya tiga anak saja. Namun seiring waktu jumlah anak-anak yang ingin diajar terus bertambah hingga sembilan anak. Semula tempat mengajar IMI berada di halaman wisma PU yang letaknya tepat didepan UIN, namun karena adanya sebuah ketidaknyamanan maka tempat untuk mengajar dipindah ke hatta yang letaknya tidak jauh dari tempat semula. Materi yang diajarkan oleh teman-teman IMI adalah semua materi anak SD.
            Saat ini jumlah anggota IMI adalah 15 orang yang terdiri dari teman-teman perikanan. “Sebenarnya masih ada dua orang lagi yang beraasal dari luar perikanan namun sampai saat ini kita masih menunggu komitmennya” ujar agung. Dalam setiap pelaksanaan kegiatannya IMI menggunakan dana yang bersumber dari iuran wajib para anggotanya. Iuran ini besarnya adalah lima ribu rupiah setiap minggunya. Selain dari iuran wajib, sumber dana IMI juga berasal dari hasil keuntungan penjualan makanan yang dilakukan para anggota IMI. Untuk mengevaluasi setiap kegiatan yang dijalankannya dan untuk meningkatkan konsolidasi diantara anggotanya, IMI melakukan rapat sekali dalam seminggu. 

24 November 2012

Ragam Teknologi Budidaya Perikanan


RAGAM TEKNOLOGI BUDIDAYA PERIKANAN

Budidaya perikanan saat ini menggunakan tiga  tingkatan macam teknologi . Adapun tingkatan teknologi tersebut meliputi :
1.    Tradisional (Ekstensif)
Budidaya perikanan yang menggunakan teknologi ini memiliki karakteristik padat penebaran yang masih rendah, yakni padat penebaran ikan di bawah 1o ekor/m2. Benih yang ditebar di kolam pun berukuran kecil. Pertumbuhan ikan bergantung pada kesuburan perairan. Hal ini dikarenakan pakan hanya berasal dari pakan alami. Ikan hanya makan plankton-plankton yang hidup di kolam. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan sewaktu-waktu pembudidaya  memberi makanan tambahan berupa sisa-sisa dapur pada ikan peliharannya. Walaupun hanya bergantung pada pakan alami yang hidup di kolam, akan tetapi pertumbuhan ikan tidak terganggu, karena nutrisi yang disediakan dari plankton jauh lebih lengkap, baik nutrisi makroelemen ataupun nutrisi mikroelemen.
Tingkat manipulasi lingkungan kolam masih sedikit, manipulasi kolam hanya sebatas pemupukan sebelum benih ditebar, dan pergantian air tidak dilakukan secara berkala, akan tetapi dilakukan saat kolam sudah benar-benar airnya keruh. Dengan demikian, tingkat pergantian sangat jarang terjadi. Oksigen hanya berasal dari proses difusi saja karena jarangnya pergantian air. Sebagai penutup kekurangan dari jarangnya pergantian air, di pinggir kolam biasanya ditanami tanaman-tanaman lain, misalnya saja tanaman jambu ataupun tanaman jenis pagar yang berguna sebagai penyuplai oksigen agar proses difusi oksigen terjadi. Penanaman tanaman lain di pinggir kolam tidak hanya difungsikan sebagai penyuplai oksigen saja, akan tetapi mencegah terjadinya erosi di pinggir kolam, akarnya yang tunggang biasanya sangat berguna dalam menyokong tanah di pinggir kolam. Ciri lain dari budidaya perikanan menggunakan teknologi ini adalah produktivitasnya yang rendah, yakni sekitar kurang dari 1 ton/ha/tahun . produktivitas yang rendah dari kolam disebabkan fakor pengelolaan kolam yang kurang terkontrol. Selain itu hasil dari proses pembudidaya tidak menentu. Tidak adanya kalkulasi yang baik dari mulai persiapan kolam-pemanenan, sehingga panen dilakukan sewaktu-waktu saja, karena sebagian besar pembudidaya yang menggunakan system ini ikan yang dibudidayakan tidak untuk dijual, akan tetapi sebagai sajian lauk di rumah.
  
2.    Semi Intensif
Pada budidaya perikanan yang menggunakan teknologi semi intensif dicirikan dengan
padat penebaran yang sedang, yakni hanya 10-20 ekor/m2. Pakan berasal dari pakan alami berupa plankton-plankton dan pakan tambahan berupa pelet. Dengan demikian, ikan memiliki kecukupan nutrisi yang jauh lebih baik. Nutrisi yang tidak ada di pakan alami bisa ditutupi kekurangannya dari pakan tambahan, dan atau sebaliknya. Pada kolam dengan teknologi seperti ini, tingkat manipulasi lingkungan dilakukan dengan baik, misalnya saja pemupukan di lakukan di kolan ini untuk dengan maksud plankton-plankton bisa hidup di kolam, karena plankton dijadikan pakan alami ikan. Pergantian air dilakukan secara berkala dan terkontrol, hal ini dimaksudkan agar kualitas air kolam selalu baik dan terjaga. Tidak hanya itu pergantian air dilakukan untuk proses pembuangan limbah dan perbaikan sirkulasi udara dengan air, yang diharapkan terjadi penambahan kadar oksigen di kolam. Pencegahan penyakit sudah dilakukan, misalnya saja tadi dengan pemberian vaksin, dan ataupun pergantian air secara berkala. Tingkat produktivitas hasil kolam sedang, yakni sekitar 2 ton/ha/tahun. Itu karena manipulasi lingkungan sudah dilakukan dengan cukup baik. Meski demikian, hasil dari proses pembudidayaan belum menentu karena kalkulasi  pakan dan komponen lain masih kurang baik. Efisiensi pakan belum terjadi pada kola ini karena tidak adanya anco sebagai pengontrol pakan.

3.    Intensif
     Kolam dengan teknologi ini dicirikan padat penebaran ikan yang tinggi, yakni lebih dari 30 ekor/5 kg (m2). Ukuran benih yang ditebar besar, dan berkualitas baik. Hal ini karena benih ikan yang akan ditebar dikolam dilakukan penyortiran dan seleksi. Penyortiran dilakukan agar terjadi kesamaan ukuran ikan dalam kolam, sedangkan seleksi agar hanya ikan dengan kualitas baik yang akan ditebar ke kolam. Pakan 100 % bersal dari pakan tambahan berupa pelet. Pelet dirancang dengan komposisi yang baik disesuaikan dengan tingkat kebutuhan nutrisi ikan yang ditebar, ukuran pakan pelet pun sudah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan bukaan mulut ikan. Manipulasi lingkungan sudah dilakukan secara intensif, dimulai desain kolam sudah baik yakni tidak adanya sirkulasi air yang mati, kontruksi tempat didesain dengan tembok untuk dasar dan dinding kolam, sehingga memungkinkan tidak ada plankton yang tumbuhan di kolam. Sistem pengairan sudah sangat baik, yakni adanya pergantian air kolam yang berkala untuk menjaga kualitas air  kolam. Kualitas air kolam dijaga dengan sangat baik, karena air kolam sebagai media hidup ikan, diharapkan dengan media hidup yang baik nantinya tingkat pertumbuhan ikan pun menjadi baik. Pergantian air dimaksudkan untuk menngontrol kualitas air dengan membuang limbah sisa metabolisme ikan dari kolam, dan untuk menambhan kadar oksigen dalam air. Budidaya perikanan dengan system ini sudah banyak menggunakan alat tambahan. Anco misalnya digunakan untuk pengontrol pakan, kincir angin untuk memaksimalkan difusi oksigen ke air, dan untuk mengarah limbah sisa metabolisme ke tampat khusus pembuangan limbah. Penanggulangan penyakit ikan dilakukan dengan baik, dimulai dari seleksi ikan secara ketat sebelum ditebar, dilakukan pergantian air secara berkala, dan pemberian vaksin pada ikan untuk mencegah ikan terinfeksi penyakit.Hasil budidaya ikan dengan teknologi ini hasilny sangat baik, karena efisiensi terjadi pada semua sector, misalnya saja adanya anco dan konversi pakan sesuai biomassa ikan. Tingkat produktvitas ikan tinggi karena ditunjang dengan system pengontrolan kolam yang sangat baik. Pembudidaya ikan dengan teknologi ini targetnya adalah pasar, yakni ikan hasil panen seluruhnya di jual ke pasar.

Resume Film: Teknik Budidaya Udang di Lampung


Resume Film
TEKNIK BUDIDAYA UDANG DI LAMPUNG


Oleh:
Andrian Deri Alviana
12170 / Budidaya Perikanan


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012

Di daerah Lampung terdapat 3.500 ponds dengan luas tambak adalah 23.000 ha. Petani plasma udang mencapai 3.200 orang dengan jumlah employee (pekerja) mencapai 2.750 orang. Tambak yang digunakan adalah jenis tambak plastik yang mana jenis tambak ini merupakan solusi untuk daerah bertanah gambut, yang biasanya memiliki pH rendah dan tanahnya tidak stabil sehingga cocok diterapkan di daerah Lampung. Adapun jenis udang yang dibudidayakan di tambak adalah udang jenis black tiger shrimp, atau di Indonesia disebut udang windu.
Udang jenis ini merupakan jenis udang asli Indonesia yang mana berjaya dan populer di luar negeri sehingga udang ini merupakan penyumbang terbesar devisa negara pada saat itu. Akan tetapi pada saat ini udang ini mengalami penurunan mutu (kualitas) sehingga tidak berjaya lagi di luar negeri akibatnya popularitasnya menurun. Penurunan kualitas disebabkan oleh masalah lingkungan. Meski demikian, di Lampung saat ini udang sudah dibudidayakan lagi dalam skala cukup besar dengan teknik budidaya yang sudah cukup berkembang.
Di Lampung tambak dilengkapi dengan suatu kincir angin yang berfungsi sebagai penambah kadar oksigen terlarut dalam air tambak, yang mana oksigen terlarut merupakan faktor penentu udang bisa hidup.
Kondisi dasar tambak ditentukan oleh penempatan posisi kincir air yang dioperasikan pada saat kegiatan budidaya berlangsung. Posisi kincir yang sesuai dan dapat mengarahkan kotoran dasar tambak ke arah sentral pembuangan dapat meminimalkan terjadinya penyebaran akumulasi kotoran tersebut di dasar tambak, sehingga pada saat dilakukan pembuangan air tambak kotoran tersebut dapat ikut terbawa. Selain itu, tambak juga dilengkapi pipa pembuangan untuk mengatur pergantian air. Pergantian air sangat penting agar sisa metabolisme udang yang bersifat toksik bisa terbuang dan tergantikan oleh air baru yang mengandung banyak oksigen.
Teknik budidaya udang dilakukan dengan beberapa metode antara lain persiapan tambak, penebaran udang, pemeliharaan udang, dan pemanenan udang. Pada tahap awal pembudidayaan adalah tahap persiapan tambak. Pada tahap ini tambak dikeringkan lalu dilakukan pengangkatan lumpur agar sisa metabolisme udang yang masih tersisa terangkat. Setelah itu dilakukan pengkapuran untuk menetralkan asam pada tambak dan untuk mematikan parasit-parasit yang tersisa. Tidak hanya pengkapuran yang dilakukan pasa saat persiapan awal tambak, akan tetapi dilakukan pemberian probiotik  untuk pertahanan tubuh udang dan pupuk organik agar nantinya plankton-plankton dapat hidup di tambak, hal ini dimaksudkan karena plankton merupakan pakan alami untuk udang.
Tahap kedua meliputi tahap pengisian air dan penebaran udang. Sebelum udang ditebar harus dipastikan dulu bahwa plankton-plankton sudah tumbuh di tambak dan dilakukan dulu pemberian tawas, untuk membunuh parasit-parasit udang yang masih tersisa di air. Selain itu dilakukan pula penyaringan air sebelum udang ditebar agar air bebas dari parasit-parasit udang.
Udang sebelum ditebar dilakukan sampling terlebih dahulu agar diketahui biomassa udang. Tambak yang sudah berisi udang dilengkapi dengan anco, yakni sejenis alat kontrol pakan, dengan alat ini dapat diketahui pakan masih ada ataukah sudah habis. Sesekali pula dilakukan sifon untuk pembuangan limbah udang.
Pada tahap pemeliharaan udang dilakukan pengaturan kadar oksigen, hal ini dimaksudkan agar kadar oksigen bisa teratur untuk udang. Tahap selanjutnya adalah pemanenan. Udang yang sudah cukup usia dan bobotnya dipanen. Setelah pemanenan makan dilanjut ke tahap pasca panen, untuk dilakukan pembuatan produk.

TPC, Postulat Koch, dan Letal Dosis (LD75LD50 )


          Total Plate Count (TPC)
TPC  atau total plate count merupakan uji untuk mengetahui jumlah koloni bakteri pada sampel yang diperiksa di media agar. Jumlah koloni bakteri mengindikasikan bahwa produk itu aman/tidak aman untuk dikonsumsi setelah disesuaikan dengan standar baku yang ditetapkan SNI 7388:2009. Prinsip kerja TPC yakni menumbuhkan bakteri pada media total plate agar (PCA) pada suhu 350C selama 48 jam, lalu diinkubasi sampai terjadi pertumbuhan, kemudian dilakukan perhitungan koloni bakteri yang diasumsikan satu koloni bakteri berasal dari 1 sel, biasanya jumlah koloni yang bisa dihitung menggunakan TPC antara 25-25o koloni bakteri.

Postulat Koch
Postulat Koch merupakan suatu metode pembuktian bahwa mikroorganisme tertentu merupakan penyebab penyakit tertentu. Postulat Koch atau Postulat Henle-Koch ialah 4 kriteria yang dirumuskan Robert Koch pada1880  sedangkan disaring dan diterbitkannya pada 1890. Menurut Koch, keempatnya harus dipenuhi sebelum patogen yang dianggap sebagai penyebab penyakit tertentu. Dalam Postulat-postulat Koch disebutkan untuk menetapkan suatu organisme sebagai penyebab penyakit, maka organisme tersebut harus memenuhi sejumlah syarat.Pertama, ditemukan pada semua kasus dari penyakit yang telah diperiksa.Kedua, telah diolah dan dipelihara dalam kultur murni (pure culture). Ketiga, mampu membuat infeksi asli (original infection), meskipun sudah beberapa generasi berada dalam kultur. Keempat, dapat diperoleh kembali dari hewan yang telah diinokulasi dan dapat dikulturkan kembali.

LD75LD50
LD75LD50 merupakan suatu skala dalam dosis yang akan diberikan untuk mematikan suatu organisme. Baik LD75 (letal dosis 50%) ataupun LD50 (letal dosis 75%) didefinisikan sebagai eksposur statistik yang berasal dari  dosis suatu obat pembunuh bakteri yang diperkirakan dapat menyebabkan kematian pada bakteri penyebab penyakit sebanyak 50%  atau 75% dari jumlah bakteri dalam satu populasi. LD75LD50 tidak bisa dijadikan acuan tetap dalam skala toksisitas  karena bakteri tertentu akan mati pada dosis yang berbeda bisa mati pada dosis yang kurang dari 50% atau bisa juga lebih dari dosis 75 % bahkan bakteri bisa mati kalau  diberikan obat dengan  dosis 90% atau dikenal dengan LD90.



Bakteri Penyebab Penyakit Pada Ikan

Bakteri merupakan jenis mikrooganisme yang sebagian besar bersifat parasit dan patogen bagi semua organisme tidak terkecuali ikan. Bakteri menginfeksi organisme lain lalu menyebabkan penyakit dan mengambil nutrisi dari inangnya. Adapun bakteri yag menyerang ikan yakni: 

          Aeromonas hydrophila merupakan suatu bakteri berbentuk batang yang pada umumnya terdapat pada perairan dengan bahan organik yang tinggi. Bakteri ini termasuk jenis bakteri gram negatif karena saat pewarnaan dinding sel organisme ini tidak dapat menahan zat pewarna setelah dicuci dengan alkohol 95% akibat dari diinding sel bakteri ini mengandung lebih sedikit peptidoglikan tetapi di luar lapisan peptidoglikan ada struktur membran kedua yang tersusun dari protein, fosfolipida, dan lipopolisakarida. Bakteri ini bersifat motil yang bergerak dengan flagella polar. Aeromonas hydrophila tidak hanya mampu menyerang ikan mas, melainkan dapat juga menyerang hampir semua jenis ikan air tawar, termasuk juga didalamnya ikan lele. Aeromonas hydrophila menghasilkan berbagai toksin ekstraseluler salah satunya aerolysin yang mungkin merupakan faktor virulen. Aeromonas hydrophila dikenal sebagai bakteri yang bersifat oportunis, yaitu jarang menyerang pada ikan yang sehat tetapi dapat menginfeksi pada saat system pertahanan tubuh ikan sedang menurun akibat stess. Bakteri ini dapat ditemukan di air tawar maupun payau pada iklim tropik. Hal ini karena bakteri ini dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang aerobik dan anaerobik, dan dapat mencerna bahan seperti gelatin dan hemoglobin. Gejala yang timbul akibat infeksi bakteri ini adalah adanya borok pada ikan, busuk ekor dan sirip, dan hemoragik septikemia. Adanya hemoragik septikemia menyebabkan pendarahan di insang dan anal, exophthalmia, serta pembengkakan. Cara pencegahan ikan dari infeksi bakteri ini yakni : pergantian air harus dilakukan secara terkontrol dan periodic, padat tebar diusahakan sesuai dengan carrying capacity kolam agar tidak terjadi gesekan/luka antar ikan. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan memberikan desinfektan dan acriflavine pada air kolam sesuai dosis. Pengobatan ikan yang terinfeksi bakteri ini dengan menggunakan satu persen natrium hipoklorit dan dua persen kalsium hipoklorit atau memberikan agen antibiotic misalnya kloramfenikol, florenicol, tetracycline, sulfonamide, nitrofuran derivative, dan asam pyrodinecarboxylic.

      Bakteri ini bersifat non motil karena tidak memiliki alat gerak, termasuk jenis bakteri gram-positif. Selama hidupnya bakteri ini tidak membentuk spora (endospora). Bakteri ini biasanya hidup tidak soliter akan tetapi berpasangan, bergerombol seperti anggur atau bergerombol seperti rantai yang panjangnya bervariasi. Bakteri ini memiliki karakteristik bulat atau bulat telur . Kebanyakan bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, meskipun beberapa spesies bersifat anaerob obligat. Mereka biasanya membutuhkan medium kultur yang kompleks untuk tumbuh. Bakteri ini biasanya menyerang belut, ikan belanak, mujair, mas, lele, nila, dan ikan trout. Gejala ikan yang terinfeksi bakteri ini adalah : bagian perut ikan bengkak, exophthalmia (penonjolan mata) , haemoragic pada mata, opercula, dasar sirip, dan permukaan tubuh, kulit berwarna kehitaman, ikan kejang/berputar, nafsu makan turun, lemah,pertumbuhan lambat, pergerakan tidak terarah, sedangkan kerusakan internal biasanya terjadi pada bagian hati, ginjal, limpa, dan usus, serta terdapat cairan pada rongga perut Pencegahan agar ikan tidak terinfeksi ikan ini yakni memberikan desinfektan ke air kolam sebelum ikan ditebar dan setelah pemeliharaan ikan, memberikan vaksin anti-Streptococcus spp. pada benih ikan, memberikan immunostimulan seperti : memberikan tambahan vitamin c pada pakan selama pemiliharaan, pemeriksaan kesehatan ikan secara terkontrol, serta perbaikan kualitas air kolam secara keseluruhan terutama peningkatan frekuensi pergantian air dan pengurangan bahan organic pada kolam. Adapun pengendalian ikan yang terinfeksi yakni dengan pemberian erythromycin 25 mg/kg bb/hari selama 4-7 hari, pemberian oxytetracyclin dan amphicilin, serta sodium nipufur styrenate 50 mg/kg bb/hari selama 3-5 hari. 

        Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang tergolong dalam kelompok marine bacteria, hal ini berkaitan dengan habitat alaminya yang hidup di laut. Bakteri ini juga sering di jumpai hidup di perairan payau misalnya estuari. Spesies bakteri ini termasuk ke dalam kelompok bakteri gram negatif dengan bentuk tubuhnya batang pendek yang bengkok (koma) atau lurus, serta biasanya bersifat motil karena dilengkapi oleh alat gerak berupa flagella polar. Biasanya bakteri ini panjang tubuhnya berukuran (1,4 – 5,0) µm dan lebar (0,3 – 1,3) µm. Karekateristik spesies ini yakni kemampuannya yang bisa berpendar di dalam air. Adapun sifat biokimia bakteri ini yakni oksidase positif, fermentatif terhadap glukosa dan sesnsitif terhadap uji 0/129. Bakteri Vibrio sp. tumbuh pada pH 4 - 9 dan tumbuh optimal pada pH 6,5 - 8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9,0. Bakteri ini juga bersifat halofil yang tumbuh optimal pada air laut bersalinitas 20-40‰. Gejala ikan/udang yang terinfeksi bakteri ini adalah nafsu makan menurun, kondisi tubuh lemah, berenang lambat, pada udang terdapat bercak merah pada bagian pleopod dan abdominal, serta menunjukan nekrosis, pada malam hari ikan/udang yag terinfeksi bisanya terlihat menyala, selain itu pada ikan gejala lain berupa warna kulit buram, inflamasi pada bagian anus, insang, dan mulut, terjadi pendarahan pada pangkal sirip dan mulut. Pencegahan ikan/udang dari infeksi bakteri ini adalah : desinfeksi sarana budidaya sebelum dan setelah pemeliharaan, menghindari terjadinya setres, pemberian unsur imunostimulan secara rutin selama pemeliharaan (pemberian vitamin c), melakukan vaksinasi anti fibrosis, dan pengelolaan kualitas air dan kesehatan ikan secara terpadu. Adapun pengendalian ikan yang terinfeksi bakteri ini yakni dengan pemberian antibiotik oxytetracycline sebanyak 0,5 garam per kg makanan pada udang/ikan selama 7 hari, sulphonamides 0,5 gram per kg makanan udang ditambak selama 7 hari dan chloromphenicol sebanyak 0,2 gram per kg berat makanan udang/ikan selama 4 hari, serta pemberian iodine pada bagian yang borok akibat infeksi sebagai obat oles pertama. 

          Bakteri ini termasuk kelompok bakteri gram negative, bersifat motil karena adanya alat gerak berupa flagel, dan bersifat aerobic. Beberapa spesies menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Bentuk bakteri ini berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 µm. Bakteri ini dapat terlihat sebagi bakteri tunggal, berpasangan, atau bergerombol membentuk rantai pendek. Gejala ikan yang terinfeksi bakteri ini adalah : terdapat benjolan merah pada pangkal sirip dada, perutnya bengkak, tubuhnya penuh borok, pendarahan pada organ internal, sekitar mulut, opercula dan daerah ventral, terjadi nekrosis pada jaringan limpa dan ginjal, pertumbuhan menurun, nafsu makan berkurang, dan terlihat lemah. Pencegahan ikan dari infeksi bakteri ini yakni pengelolaan kualitas air ditingkatkan, pengendalian penyakit secara terpadu, memberikan imunostimulan, dan mencegah ikan setres. Adapun pengendalian ikan yang terinfeksi bakteri ini yakni melakukan perendaman pada ikan yang terinfeksi dengan larutan kalium permanganate dosis 10-20 ppm selama 30-60 menit, perendaman dengan oxytetracyclin dosis 5 ppm selama 24 jam, perendaman dengan larutan emequil dosis 5 ppm selama 24 jam atau bisa juga dilakukan penyuntikan secara intraperitomeal menggunakan kanamycin dosis 20 mg/kg ikan-40 mg/kg ikan atau penyuntikan secara intra muscular menggunakan steromycin dosis 20 mg/kg ikan-40 mg/kg ikan.

About IMI Community

Foto Saya
IMI Jogja
wadah untuk
Lihat profil lengkapku
Thanks Graphics